ABU ABDILLAH ASY-SYARQIY
(MUSY'IL AL-QAHTHANIY)
Dia adalah seorang masasiswa di Kuliyah Syari'ah di Ahsa', yang hafal Al-Qur'an Al-Karim dan dikenal orang sebagai pemuda yang mumpuni dalam urusan ilmu syar'i.
Akhlaknya yang mulia sungguh menakjubkan. Pribadinya yang tenang nan berwibawa sungguh mengagumkan. Jikalau engkau melihatnya, maka engkaupun akan melihat pancaran cahaya ketaatan nampak dari wajahnya. dia termasuk orang yang ikut terjun berjihad di Afghanistan memerangi Rusia dan sekutu munafiknya. Saat itu dia berjihad bersama kakaknya, dan kakaknya pun gugur di sana sebagai syuhada'.
Setelah gugurnya sang kakak, dia pulang kembali ke orang tuanya di daerah timur kota al-Jabil, dan dia melanjutkan kuliah di Universitasnya sampai ibunya wafat.
Dahulu dia sering merayu ibunya untuk diijinkan berangkat ke Bosnia, akan tetapi ibunya tidak mengijinkannya. Dia pernah meminang seorang perempuan dari keluarga baik-baik, namun belum sempat menikah karena dia sendiri yang meminta tenggang waktu untuk akad, sampai akhirnya Allah berkehendak lain; Allah menikahkan dia dengan Hurun In.
Ketika dia berada pada semerter akhir di Universitasnya, saat kabar tentang jihad di Bosnia terus berkobar, rupanya dia sudah tidak sabar lagi untuk terus berdiam diri dan tertinggal dari amaliyah jihad. Lalu dia mengemasi kopernya bertepatan masuknya bulan Ramadhan yang Mubarak pada tahun 1415 H, dia ingin menghabiskan bulan yang mulia ini di Bosnia. Diapun bertemu dengan salah seorang Ikhwan yang menemani dia ke Zaghreb, ibu kota Kroasia.
Dalam perjalanan itu, mereka terpaksa singgah terlebih dahulu di sebuah hotel. Kira-kira selama tiga hari mereka di sana.
Seperti kebanyakan hotel lainnya, pada hotel tersebut pun banyak di antara pekerjanya adalah wanita. Demi melihat paras Abu Abdillah yang begitu menawan dengan jenggotnya yang terpelihara dan pakaiannya yang demikian rapi, ada salah seorang wanita pekerja hotel tersebutpun tertarik dan berusaha menggodanya. Akan tetapi Allah menjaga Abu Abdillah dari perbuatan keji perempuan tersebut, hingga berlalu selama tiga hari. Saat tiba waktunya untuk pergi dari hotel, ternyata perempuan tersebut pun datang kembali. Sembari memamerkan dirinya di ruang tunggu, perempuan itu berkata, “Jikalau aku menginginkanmu, sungguh aku akan menggodamu seperti aku telah menggoda sepuluh lelaki lain sepertimu.” Akan tetapi Abu Abdillah tak sedikir pun menaruh perhatian kepadanya, dia pergi dan berlalu begitu saja. Dan melajulah ia dengan menumpang pesawat terbang menuju bandara Seblit. Sesampainya di bandara, di menyewa bus untuk masuk ke Bosnia. Dan Allah pun memudahkan jalan masuk baginya sampai bumi yang diidam-idamkannya selama ini untuk dimasukinya.
Tentu, Abu Abdillah merasakan kebahagiaan yang luar biasa karena dengan ijin Allah berhasil masuk ke Bosnia, bahkan dia sendiri pun hamper-hampir tidak dapat menceritakannya. Dalam bahagia itu dia pun seolah tak percaya; apakah benar dia telah masuk bumi jihad? Apakah benar bahwa dia akan memerangi musuh-musuh Allah, yakni Serbia? Apakah benar dia akan bias ber-ribath? Seolah seperti mimpi yang telah menjadi kenyataan, meski dia sendiri belum begitu mempercayainya-karena terlalu bahagia-.
Dia pergi ke daerah Turafnik dan bergabung dengan para mujahidin di sana. Di tempat itu, bersama beberapa mujahidin di sana. Di tempat itu, bersama beberapa mujahidin lainnya, dia tinggal di sebuah rumah yang sederhana di sebuah desa kecil dekat perbatasan dengan Serbia, yang di kampung tersebut terdapat beberapa masjid sebagai pusat kegiatan masyarakatnya.
Dia memulai kegiatannya seperti halnya hujan, menyirami bumi dengan gerimis terlebih dahulu baru mengguyurnya dengan limpahan air ke seluruh permukaan. Dia mengajar anak-anaknya surat Al-Fatihah dan shalat, dia juga mengajar orang-orang dewasa. Demikianlah kegiatannya di desa tersebut, hingga semua penduduknya pun sangat mencintainya. Bahasa tidak menghalangi dia-untuk berdakwah-, bahkan kadang hanya cukup dengan bahasa isyarat disertai kejujuran niat.
Ketika berada di front, maka dia pun banyak bergaul dengan orang-orang Bosnia untuk berdakwah kepada Allah dan menyampaikan risalah-Nya kepada mereka sesuai kemampuan yang dia miliki.
Dia melakukan kegiatan seperti itu terus-menerus sampai akhir bulan Ramadhan yang Mubarak, hingga datanglah orang memanggil, “Wahai pasukan Allah, majulah!” Dia menyambut untuk turut beramaliyah di gunung Falasyij asy-Syahirah, yakni sebuah gunung yang amat tinggi dan strategis, yang dikuasai oleh Serbia.
Dari atas gunung itulah, berkali-kali tentara kafir Serbia menyerang kaum muslimin dengan persenjataan jarak jauh yang cukup canggih. Maka para mujahidin pun megadakan persiapan untuk menghadapi peperangan yang sangat menentukan itu.
Untuk itu, pihad mujahidin menggunakan strategi untuk mengisolasi pasukan kafir Serbia dari radius tiga kilometer, sebagaimana yang diceritakan oleh orang yang mengikuti peperangan pada saat itu. Dari situlah mujahidin dapat memutuskan bantuan logistik untuk tentara Serbia, sekaligus bias menyerbu secara serentak dari segala penjuru.
Dua hari sebelum amaliyah, Abu Abdillah bercerita pada salah seorang ikhwan. Dia berkata, “Aku bermimpi bahwa aku dapat membunuh dua orang Serbia lalu melucurlah dua peluru kepadaku di sini hingga aku terbunuh.” Maka ikhwan tersebut memberi kabar gembira kepadanya bahwa dia akan mendapatkan syahadah secara nyata. Abu Abdillah pun berkata, “Allahul Musta’an. Aku bukan orang yang layah mendapatkan syahadah.” Dan dia menyuruhnya untuk merahasiakan mimpinya itu.
Singa-singa Allah bergerak menuju medan tempur dan merayap hingga tiba waktu fajar. Mereka mendaki gunung hingga mendekati terbitnya fajar. Saat itu semuanya telah meniatkan untuk berpuasa. Namun lantaran hamper semua mujahidin merasakan keletihan akibat pendakian itu dan menjadi bimbang dengan keadaannya itu untuk memulai serangan, maka sang komandan pun memerintahkan kepada semua mujahidin untuk berbuka puasa.
Mulailah peperangan yang dahsyat dan hebat itu bersamaan terbitnya fajar. Abu Abdillah tak mau ketinggalan, dengan semangatnya yang terus menyala-nyala, dia terus merangsek dan bertempur untuk membunuh musuh-musuh yang telah berada di hadapannya. Tiada sedikitpun gentar yang merasuki jiwanya, sebagaimana para mujahidin lainnya. Saat itu, yang ada hanya cita yang terus terpateri dalam hati untuk segera meminang bidadari, atau kembali pulang setelah membawa kemenangan dengan menghancurkan tentara kekafiran.
Dia maju bersama dua orang mujahidin lainnya, lalu keluarlah sekelompok tentara Serbia yang sedang ketakutan. Mereka saling berhadap-hadapan. Maka Abu Abdillah menghadapkan senapan mesinnya kepada para tentara kafir itu, hingga dia dapat membunuh dua orang dari mereka. Namun tanpa bias dihindari, meluncurlah dua peluru musuh tepat di lehernya. Kedua peluru itulah yang mengantarnya menjemput syahid, dan terbuktilah mimpi yang pernah dikisahkan sebelumnya.
Pada saat yang sama, kedua ikhwan lainnya pun jatuh dan terluka oleh serangan Serbia. Sedangkan para mujahidin lainnya yang berada di belakang mereka, meski pada jarak beberapa meter saja, tetapi tetap tidak bisa mengevakuasinya karena banyaknya tentara Serbia. Saat itu, tentara kafir Serbia hendak mengambil mereka untuk dijadikan tawanan, lalu salah seorang mujahidin yang terluka itu berdo’a kepada Allah untuk kebaikan keduanya. Beberapa detik kemudian, turunlah kabut yang sangat tebal hingga para mujahidin bisa mendekat kepada kedua ikhwan tersebut dan mengevakuasinya.
Perang terus berkecamuk, Allah memberikan pertolongan kepada tentara-Nya. Serbia pun berhasil dipukul mundur, dan pegunungan itu bisa dikuasai oleh mujahidin. Banyak tawanan yang tertangkap, dan tak terhitung ghanimah yang didapatkan dari mereka terutama yang berupa senjata dan amunisi.
Para mujahidin mendapatkan Abu Abdillah Asy-Syarqiy telah gugur. Tampak di wajahnya senyumnya yang menakjubkan, sungguh ini adalah tanda-tanda kesyahidannya. Kemudian, ketika ikhwan-ikhwan menurunkan jasadnya ke kembali desa dan mereka menggalikan lubang kuburnya, maka keluarlah aroma wangi misk yang disaksikan semua orang yang menghadiri pemakamannya.
Sungguh, Allah telah mengasihi Abu Abdillah Asy-Syarqiy, seorang hafizh Al-Qur’an yang bertakwa, wara’, dan tawadhu’. Semoga Allah memperbanyak jumlah contoh dari para mujahidin yang shalih pada umat Islam.[]
ABDUL HADI AT-TUNISIY
Dia termasuk di antara para lelaki yang taat dan dikenal baik budi pekertinya. Dia adalah Abdul hadi At-Tunisiy. Allah memberikan karunia kekuatan badan kepadanya, akal yang cerdas, dan hati yang bersih. Dia dikenal sebagai orang yang ramah dan selalu menampakkan senyum sepanjang hidupnya. Dan dia adalah seorang pemberani yang tidak dapat digambarkan keberaniannya.
Dia termasuk orang yang pertama-tama datang ke Afghanistan bersama ikhwan-ikhwan Arab lainnya. Pada saat itu memang orang-orang Arab sedang membuka lebar-lebar bantuannya.
Dia adalah seorang pengusaha, bisnisnya tidak hanya di Tunisia, tetapi juga di Eropa. Dia seorang yang mumpuni dan lihai dalam hal ilmu beladiri, spesialisasinya adalah karate. Pada olah raga beladiri itu dia telah menyandang sabuk hitam.
Allah memuliakannya dengan masuk ke bumi jihad dan berserikat dengan para ikhwah mujahidin Afghan untuk membela kehormatan Islam dan kaum muslimin yang teraniaya. Dan Allah memberikan keistimewaan kepadanya dengan kesertaannya dalam banyak amaliyat, hingga Allah berkehendak kepadanya menjadikan dia tawanan perang di tangan penjajah kafir Rusia.
Orang-orang Rusia menangkapnya dan menjebloskannya ke dalam penjara pusat di kota Kabul. Penjara inilah yang menampung tawanan mujahidin Arab ketika terjadinya Aliansi Utara.
Sebenarnyalah, dia merupakan orang Arab angkatan pertama yang tertawan di Afghanistan. Dalam penjara, dia selalu di pukuli dan disiksa dengan siksaan yang beratnya tiada terperi, hingga para algojopun kelelahan menyiksanya. Hingga pada akhirnya mereka ingin memaksanya, Abdul Hadi ditayangkan di televise Afghan dan dipaksa berbicara di depan manusia, bahwasanya dia datang ke Afghanistan dalam rangka membantu Amerika untuk menguasai Afghanistan dan lain sebagainya untuk menyakiti pendengaran mujahidin. Demi itu, maka diapun menolak hingga dia disiksa dengan siksaan yang lebih keji lagi, bahkan sampai tubuhnya terkoyak tak terkira. Akan tetapi, Alhamdulillah, dia tetap tegar bagaikan gunung Torabora, yakni sebuah gunung yang sangat terkenal di Afghanistan dan menjadi basis kekuatan para mujahidin, yang tetap kokoh meski diguncang bom bertubi-tubi.
Di sana ada pula seorang ikhwah Arab yang ditawan, lalu mereka mengeluarkannya setelah dipaksa untuk tampil di tayangan televise untuk mengucapkan apa yang mereka kehendaki.
Kabar tentang ketegaran Abdul Hadi pun sampai ke telinga pegawai penjara hingga menjadi berita utama di penjara. Datanglah salah satu perwira Rusia yang disebut-sebut sebagai seorang pembesar untuk inspeksi, dan dia berhenti di depan sel teman Abdul Hadi.
Perwira itu berkata, “Keluarkan orang Arab ini kepadaku agar ia mendapat pelajaran yang tidak dapat ia lupakan.”
Benar mereka mengeluarkan Abdul Hadi dan berhenti tepat di depan perwira itu. Perwira itu melihatnya dengan pandangan penghinaan, lalu memukulnya dengan pukulan yang kuat nan telak menghempaskan. Dia pun berkata, “Di mana Rabbmu yng engkau sembah itu? Suruh dia turun menolongmu!!!” Mendengar ejekan itu, berkobarlah amarah Abdul Hadi\. Dia marah karena Allah ‘Azza wa Jalla, lalu dia mengumpulkan sisa-sisa kekuatannya yang telah pudar dan dia bergerak dengan gesit mengarah kepada perwira itu dan langsung memukulnya. Hingga dia dan perwira itu sama-sama jatuh pingsan.
Begitulah dia dalam kondisi lapang dan sempit. Dia marah karena Allah dan demi menolong dien-Nya. Sampai Allah memudahkan urusannya dan mengeluarkannya dari tahanan setelah berlalu lima tahun di dalam penjara kafir Rusia yang komunis itu.
Jika saja engkau menyaksikan tubuhnya, maka perasaanmu pun akan menjadi semangat karena iba ingin membela dan menuntuk balasnya. Jika saja engkau saksikan; tulang iga dadanya yang semuanya remuk bekas pukulan dan kedua tangan serta kakinya yang patah akibat siksaan!.
Sungguh siksaan macam apakah yang telah dia alami!!! Dan derita apakah yang dia rasakan!!!
Melihat kondisinya, maka Syaikh Sayaf pun membawanya ke Eropa untuk berobat, hingga Allah memberikan kesembuhan setelah menjalani perawatan selama satu tahun penuh. Setelah itu, dia kembali lagi ke Afghanistan, dan dia mendengar ada amaliyat besar-berasan di Jalalabad. Lalu dia menyiapkan diri dan masuk bersama mujahidin ke medan perang, dan terbuktilah kepahlawanan dan pengorbanannya.
Dia terjun ke medan bersama dengan salah seorang ikhwan dari Saudi-saya lupa kunyanya-, dan dia menjadi fotografer majalah Bunyanul Marshus.
Saat itu, karena terdesak, maka mujahidin pun mundur. Dan orang-orang Komunis dapat menduduki daerah tersebut, sedangkan Abdul Hadi dan salah seorang ikhwan Arab tadi masih terkepung. Lalu keduanya dibunuh oleh orang komunis sebagai pahlawan. Saat itulah dia menjemput syahid dengan gagah berani. Semoga Allah merahmati keduanya, menerima semua amalnya, dan memasukkannya ke dalam jannah yang dijanjikan-Nya.
Allah telah memberikan rahmatnya kepada Abdul Hadi At-Tunisiy, dan menerima amalnya Selma lima thun mendekam di dalam penjara Rusia.
Allah telah melimpahkan rahmatnya kepada seorang Arab yang paling dahulu di penjara di Afghanistan itu.
Sungguh, Allah telah melimpahkan rahmat-Nya kepada semua syuhada’ dan menerima semua amalan yang telah lalu.[]