Satu jam setelah pesawat NATO melancarkan serangan udara terbaru di ibukota Libya, Tripoli pada Rabu (1/6/2011) pagi, duta besar aliansi mengadakan pertemuan di Brussel memutuskan untuk memperpanjang aksi militer mereka selama 90 hari ke depan.
“Kami bertekad untuk melanjutkan operasi kami untuk melindungi orang-orang Libya,” klaim Anders Fogh Rasmunssen, sekjen NATO yang diikuti oleh persetujuan 28 negara anggota NATO untuk memperpanjang intervensi militer.
Mandat militer seharusnya berakhir pada 27 Juni 2011.
Rasmussen menambahkan bahwa kepergian Gaddafi hanya soal waktu.
Keputusan ini akan memberikan negara anggota NATO beban lebih banyak lagi, termasuk pembiayaan perang untuk 90 hari berikutnya.
Ledakan Benghazi
Di hari yang sama (1/6), sebuah mobil yang penuh bahan peledak yang diparkirkan di luar hotel Tebisty, di mana para jurnalis asing dan pejabat senior dati Dewan Transisi Nasional (NTC) menginap, meledak di sana.
Anggota NTC tengah mengadakan konferensi pers ketika ledakan terjadi.
Ledakan tersebut adalah tindakan kekerasan pertama setelah enam minggu di basis kekuatan oposisi. Tidak ada korban yang dilaporkan.
Ledakan terjadi sehari setelah pemerintah Libya mengatakan bahwa serangan udara NATO sejauh ini telah merenggut nyawa 718 sipil dan melukai lebih dari 4.000 lainnya.
“Sejak tanggal 19 Maret sampai 26 Mei sudah ada 718 sipil yang gugur dan 4.067 yang terluka, 433 diantaranya dalam kondisi serius,” ujar juru bicara pemerintah, Mussa Ibrahim mengutip pernyataan kementrian kesehatan.
Ibrahim mengatakan angka-angka tersebut tidak termasuk korban militer Libya, namun ia menolak untuk mengungkapkannya.
Nasib sipil Libya sangat terdesak. Di satu sisi, mereka sebisa mungkin menyelamatkan diri, menghindari serangan dari tentara bayaran Gaddafi dan di sisi lain mereka juga harus merasakan kesengsaraan akibat serangan udara salibis NATO. (Arrahmah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar