(Info Jihad Internasional)_Jakarta - Dalam sidang sebelumnya, JPU telah membacakan surat dakwan atas nama Abdullah Sunata alias Arman alias Andri alias Eko Prasetyo Prabowo. Berikut adalah surat dakwaan Abdullah Sunata yang dbacakan JPU saat sidang kedua (14 Desember 2010):
Pada bulan Mei 2009 sampai dengan Juni 2010, Abdullah Sunata yang lahir di Jakarta, 4 Oktober 1978 lalu, bersama Abu Tholut, Dulmatin, Ubaid, Sofyan Tsauri, Maulana, Sibgoh, Yudi Zulfahrio, Mahfud Warsito alias Tongji, dituduh JPU melakukan pemufakatan jahat, percobaan, atau pembantuan untuk melakukan tindak pidana terorisme.
Menurut JPU, perbuatan terdakwa tersebut berawal dari kedatangan Sibgoh bersama Sofyan Tsauri saat menjengut Sunata di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang, Jakarta Timur, yang menyampaikan tentang rencana Program Latihan Militer yang akan dilakukan di Nangroe Aceh Darussalam (NAD).
Setelah menjalani hukuman penjara dan keluar dari LP Cipinang dengan bebas bersyarat, Sunata aktif mengisi pengajian atau taklim yang diadakan satu kali dalam seminggu di rumah kontrakan Sofyan Tsauri di Kelurahan Kalisari, Kecamatan Cijantung, Jakarta Timur. Materi yang disampaikan diantaranya pembahasan jihad tentang kewajiban seorang Muslim jika tidak mampu berjihad, makwa wajib melakukan ‘idad atau persiapan dalam bentuk pelatihan militer
Di sela kegiatan taklim, Sunata diajak oleh Sofyan Tsauri untuk melakukan survey lokasi yang akan dijadikan pelatihan militer di NAD sebagai tindak lanjut pembicaraan terdahulu saat terdakwa masih menjalani hukuman penjara di LP Cipinang. Singkatnya Sunata menyetujui ajakan tersebut.
Survei ke Aceh
Pada bulan Mei 2009, Sunata bersama Sofyan Tsauri, Maulana dan Mukhtar Khairi (alias Umar alias Herman) sepakat berangkat menuju Banda Aceh. Setiba di sana, Sunata dan kawan-kawannya dijemput oleh Yudi Zulfahri dan Agam Fitriadi. Selanjutnya menuju sebuah ruko di daerah Ketapang, Banda Aceh. Pada malam harinya, Sunata mengadakan pertemuan dengan Sofyan Tsauri, Maulana, Muslim, Tengku Marzuki, Kamal, Tengku Achmad, Yudi Zulfahri dan Agam Fitriadi.
Dalam pertemuan itu, Sunata menyampaikan kedatangannya ke Aceh atas perintah Abu Tholut, kemudian ditunjuk sebagai Koordinator program pelatihan militer di NAD, sekaligus melakukan survey mencari tempat yang cocok untuk pelatihan militer bersenjata (asykari) di daerah NAD.
Keesokan harinya, Sunata bersama Sofyan Tsauri, Kamal, Yudi Zulfahri, Maulana, Tengku Marzuki, dan Tengku Achmad menemui Tengku Abi Muslim di Pondok Pesantren Darul Mujahidin Lokseumawe NAD. Sunata pun menyampaikan maksud kedatangannya kepada pimpinan pesantren tersebut untuk melakukan survey mencari tempat latihan militer dan akan melakukan program pembinaan kepada pesantren-pesantren lain yang ada di NAD. Permintaan itu mendapat respon dari Tengku Abi Muslim dengan menunjukan tempat pelatihan militer di daerah Paya Bakong Lokseumawe.
Selanjutnya, Sunata cs menuju hutan Payo Bakong untuk melihat apakah tempat yang ditunjuk itu cocok untuk tempat latihan militer. Setelah dilakukan survey, diputuskan bahwa tempat tersebut tidak cocok untuk pelatihan militer, karena lokasi hutan Paya Bakong terlalu dekat dengan pemukiman penduduk setempat. Abdullah Sunata lalu memutuskan untuk kembali ke Jakarta karena mendapat kabar bahwa anaknya sakit. Survei tersebut kemudian dilanjutkan oleh Yudi Zulfahri di Desa Jalin Jantho Aceh Besar.
Pada bulan Juli 2009, Yudi Zulfahri melaporkan kepada Sunata, bahwa telah ditemukan lokasi yang cocok untuk tempat latihan militer yang jauh dari jangkauan penduduk, yaitu di Hutan Perbukitan Desa Jalin, Kecamatan Janto, Kabupaten Aceh Besar, NAD. Setelah mendapat laporan tersebut, Sunata mengutus Maulana untuk meninjau lokasi yang dimaksud oleh Yudi Zulfahri guna memastikan kebenarannya.
Beberapa hari kemudian, Sunata menemui Sofyan Tsauri dan Maulana di tempat usaha milik Sofyan Tsauri di Depok Air Soft Gun. Pada pertemuan tersebut, Maulana melaporkan hasil tinjauannya kepada Sunata, kalau Hutan Perbukitan Desa Jalin, Janto, Aceh Besar, cocok untuk latihan militer. Sunata lalu melaporkannya kepada Abu Tholut.
Masih pada bulan Juli 2009, Sunata bertemu dengan Yudi Zulfahri di kediamannya di bilangan Cipayung, Jakarta Timur untuk menegaskan bahwa latihan militer akan seger dilaksanakan. Lalu Sunata menyuruh Yudi menemui Dulmatin di sebuah masjid di kawasan Lebak Bulus, Jakarta Selatan.
Sunata kemudian mendapat perintah dari Abu Tholut untuk mengumpulkan orang-orang yang akan mengikuti latihan militer di Aceh dibawah coordinator Warsito alias Tongji dan Sibgoh guna mengikuti arahan dari Abu Tholut seraya menerima dana sebesar Rp.10 juta. Uang tersebut, oleh Sunata diserahkan ke Maulana di hotel kawasan Pulogadung, Jakarta Timur. Namun, pelatihan militer yang telah direncanakan tersebut ditunda karena terjadi aksi pengeboman di Hotel JW Marriot dan Ritz Carlton, Kuningan, Jakarta.
Membeli Senjata Api
Abdullah Sunata, menurut JPU dalam surat dakwaannya, menerima uang sebesar Rp. 30 juta dari Abu Tholut di Masjid al Azhar Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, untuk membeli senjata api. Lalu, dalam pertemuannya dengan Sibgoh dan Dulmatin di Lebak Bulus, Sunata diminta Dulmatin untuk tidak lagi menjadi koordinator pelatihan militer di NAD, tapi ditugaskan untuk mengawasi pengadaan senjata api yang dibeli dari Sofyan Tsauri. Dulmatin menyerahkan uang Rp. 50 juta, dan Sunata menggunakan uang itu membelanjakan senjata api.
Saat berada di Masjid Gema Insani Press, Depok, Ubaid datang menemui Sunata untuk menyerahkan uang sebesar Rp. 115 juta untuk membeli senjata api. Uang yang terkumpul pada Sunata sebesar Rp. 195 juta. Sebagian uang tersebut (Rp 100 juta) diserhakan pada Maulana untuk membeli senjata api.
Akhir Januari 2010, dipom bensin Cibubur, Jakarta Timur, Maulana melaporkan pada Sunata, telah membeli 3 pucuk senjata jenis M-16. Sunata lalu menghubungi Abu Tholut dan menanyakan kepada siapa ketiga pucuk senjata api tersebut akan diserahkan. Abu Tholut memerintahkan agar Sunata menyerahkan masing-masing satu pucuk senjata api M-16 kepada Abu Tholut, Dulmatin, Warsito. Penyerahan senjata itu dilakukan secara terpisah.
Pada akhir Januari 2010, pelaksanaan pelatihan miter di Hutan Perbukitan Desa Jalin, Kecamatan Janto, Kabupaten Aceh Besar, dimulai dengan peserta lebih kurang 40 orang. Peserta pelatihan militer tersebut dibagi ke dalam beberapa regu, lengkap dengan senjata api laras panjang dan pendek beserta amunisi.
Pada saat kegiatan pelatihan militer berlangsung, kegiatan tyersebut diketahui oleh aparat kepolisian Polres Aceh Besar, lalu terjadilah baku tembak antara aparat kepolisian dengan peserta pelatihan milter di pemukiman Desa lamkabeu, Kacamatan Selimun yang mengakibatkan tiga anggota brimob kepilisian RI tewas, satu warga Desa Lamkabeu meninggal, dan 11 orang anggota Brimob mengalami luka tembak. Karena terdesak, para peserta pelatihan militer yang membawa senjata api dan amunisi pun melarikan diri.
Pada Februari 2010, Abdullah Sunata mengetahui dirinya dinyatakan DPO oleh kepolisian melalui pemberitaan media massa, dengan sangkaan terlibat aksi tindak pidana terorisme di NAD. Sunata lalu mencari tempat persembunyian untuk menghindari kejaran aparat kepolisian. Dalam persembunyiannya, Sunata dibantu oleh Bintang Yuliardi dengan berpindah-pindah tempat tinggal.
Untuk membela diri, Sunata membekali dirinya dengan satu pucuk senjata api jenis pistol Revolver S&W caliber 38 mm plus satu kotak keluru berjumlah 50 butir yang didapatnya dari Bintang Yuliardi yang dibelinya dari Yuli Harsono. Terdakwa kemudian ditangkap polisi dan ditemukan 1 pucuk senjata Revolver S&W, 43 butir peluru dan uang tunai senilai Rp. 20.180.000.
Abdullah Sunata, diancam pidana oleh JPU, dalam Pasal 15 Jo, Pasal 7 UU No. 15 tahun 2003 tentang Pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Sumber : Voa-Islam.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar