Episode pertama, berawal ketika Ustadz Abu -- 30 April 2003 – dituntut di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat atas dasar pengakuan Umar Faruq dengan dakwaan utama, yaitu sebagai Amir Jamaah Islamiyah (JI) memimpin sebuah makar, mengatur makar, turut serta melakukan makar. Perbuata makar yang dituduhkan itu antara lain meledakkan bom di berbagai tempat, termasuk di Bali dan gereja saat malam Natal, serta tuduhan merencanakan pembunuhan terhadap Presiden Megawati kala itu.
Setelah melalui proses persidangan yang melelahkan, PN Jakarta Pusat membebaskan terdakwa, demikian pula pada tingkat banding, maupun tingkat kasasi, Mahkamah Agung. Bahkan pada tanggal 3 Maret 2004, Ustadz Abu dibebaskan dari dakwaan yang sama. Namun, Ustadz Abu tetap saja dianggap terbukti bersalah, terkait dakwaan mengenai pelanggaran atas pembutan KTP dan pelanggaran imigrasi. Mahkamah Agung sebagai lembaga pengadilan tertinggi pernah menyatakan, bahwa Ustadz Abu secara hukum tidak pernah terlibat dalam segala aktivitas terorisme di Indonesia.
Episode Kedua
Episode kedzaliman kedua, yang dialami Ustadz Abu Bakar Ba’asyir, adalah ketika Amerika secara terang-terangan menekan pemerintah Indonesia untuk tetap menahan Ustadz Abu.
Masih segar dalam ingatan, beberapa hari setelah Ustadz Abu dinyatakan bebas dan harus dibebaskan dari penjara. Seorang Menteri Keamanan Dalam Negeri Amerika Serikat bernama Tom Ridge berkunjung ke Indonesia dengan membawa pesan dari Presiden George Bush, waktu itu. Di Istana Merdeka, dihadapan Presiden Megawati, Kapolri Da’I Bachtiar dan Menkopolkam, yaitu Soesilo Bambang Yudhoyono, Tom Ridge mengatakan: “Abu Bakar Ba’asyir must be brough to trial in a different way” (Abu Bakar Ba’asyir harus disidangkan kembali dengan dakwaan lain).
..Tom Ridge mengatakan: “Abu Bakar Ba’asyir must be brough to trial in a different way” (Abu Bakar Ba’asyir harus disidangkan kembali dengan dakwaan lain)...Juga masih ingat, pada tanggal 28 Maret 2004, ketika mantan Ketua Umum Muhammadiyah Ahmad Syafii Ma’arif bersaksi di pengadilan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir. Syafii Ma’arif bersaksi, Duta Besar AS Ralp L Boyce datang mengunjungi dirinya yang ketika itu masih menjabat Ketua Umum Muhammadiyah itu.
Dalam kunjungannya, Boyce membawa pesan dari Gedung Putih, agar Syafii Maarif secara diam-diam bersedia menemui pejabat-pejabat Indonesia, seperti Mahkamah Agung dan Kapolri agar tidak membebaskan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir. Untuk keperluan ini, kedutaan AS akan membantu dengan segala fasilitas yang diperlukan.
Skenario besar AS itu juga terbukti, ketika Tim Penasihat Hukum Terdakwa, pada persidangan ustadz Abu tahun 2005 menghadirkan saksi Fred Burks. Dalam kesaksiannya, Fred Burks mengatakan, tiga minggu sebelum Bom Bali I ada pertemuan rahasia di rumah Presiden Megawati (16 September 2002) di Jl. Teuku Umar.
Pertemuan itu dihadiri oleh Ralp L Boyce (Dubes AS untuk Indonesia), Karen Brooks (Direktur Asia National Security Council) -- seorang agen perempuan CIA yang diperkenalkan sebagai asisten khusus Bush – Fred Burks, sedanghkan Presiden Megawati sendirian.
Dalam pertemuan yang berlangsung 20 menit itu, agen CIA berkata, bahwa pemerintah AS meminta agar Ustadz Abu bakar Ba’asyir diserahkan ke AS karena terkait jaringan Al Qaeda. Namun, Megawati menolak dengan alasan jika dia menyerahkan Ustadz Abu ke AS akan timbul instabilitas politik dan agama yang tidak akan sanggup ia tanggung.
Atas penolakan itu, si agen CIA mengancam: “Jika Ba’asyir tidak diserahkan ke Amerika sebelum Konferensi APEC (enam mingggu setelah pertemuan itu) situasi akan tambah sulit.” Dan benar saja, setelah pertemuan itu terjadi peristiwa Bom Bali. Setidaknya, pemintahan Megawati bisa beralasan untuk mengkambing hitamkam Ustadz Abu, selanjutnya dilakukan penahanan. Seandainya Megawati menyerahkan Ustadz Abu ke AS, Bom Bali tidak akan terjadi.
..Agen CIA mengancam: “Jika Ba’asyir tidak diserahkan ke Amerika sebelum Konferensi APEC (enam mingggu setelah pertemuan itu) situasi akan tambah sulit.” Dan benar saja, setelah pertemuan itu terjadi peristiwa Bom Bali. Setidaknya, pemintahan Megawati bisa beralasan untuk mengkambing hitamkam Ustadz Abu, selanjutnya dilakukan penahanan...Tampaknya, misi Tom Ridge dan Ralp Boyce untuk terus bisa menahan Ustadz Abu dengan menghalalkan segala cara, berhasil. Terbukti, Pemerintah Indonesia patuh, kemuduian mengerahkan segala kekuatannya untuk terus menahan Ustadz Abu. Sehingga ketika pada hari Jum’at (30 April 2004), terdakwa yang seharusnya bisa bebas dari penjara di Salemba harus dijebloskan lagi ke penjara yang berbeda di Mabes Polri.
Dakwaan “jadi-jadian” yang dipesan AS itu, diantaranya tuduhan Ustadz Abu terlibat dalam Bom Bali dan pengeboman Hotel Marriot. Atas dakwaan ini, PN Jakarta Selatan (3 Maret 2005) memvonis ustadz Abu dengan hukuman penjara 2 tahun 6 bulan. Vonis ini tidak menunjukkan kejelasan, Ustadz Abu terlibat dalam dua peristiwa pengeboman tersebut. Singkatnya, kisah pengadilan episode kedua ini berakhir dengan putusan PK dari MA (21 Desember 2006) yang menyatakan terdakwa bebas dari dakwaan terkait dengan kasus Bom Bali maupun Marriot.
Makar AS atas Ustadz Abu dibantu secara terang-terangan oleh Singapura dan Australia, kawan dekatnya AS. Ketika mendengar MA hanya menghukum Ustad dengan hukuman penjara 2 ½ tahun Menteri Luar Negeri Australia Alexander Downer di Melbourne mengatakan: “Kami menyambut baik keputusan itu, namun saya kira ada kontroversi tentang ringannya hukuman tersebut. Kami semula mengira dia dihukum 10-12 tahun.”
Episode Ketiga
Tibalah episode ketiga yang kembali menghadirkan Ustadz Abu sebagai terdakwa di PN Jakarta Selatan, dengan tuduhan serupa, yakni terlibat dalam serangkaian aksi terorisme di Aceh. Episode kali ini diawali dengan penangkapan Ustadz Abu di Tasikmalaya Jawa Barat (9 Agustus 2010), yang didramatisir sedemikian rupa agar berkesan sebagai sebuah operasi yang “seru” untuk maksud mendapatkan pujian dari sponsornya di AS.
Hidayat Nurwahid, mantan Presiden PKS di Gedung DPR, mengatakan, penangkapan tersebut sangat “tidak manusiawi”. Pada episode ketiga ini seolah Densus 88 berjalan sendiri tanpa adanya instruksi dari bos-nya AS. Tim Advokat menduga, tindakannya bukan karena disuruh AS, namun dalam rangka mencari muka. Teori lain mengatakan, isu terorisme ini adalah upaya untuk mengalihkan perhatian dari masalah yang sedang menyudutkan pemerintahan SBY.“Kami lebih percaya teori pertama,” kata tim advokat.
Menurut Tim Advokat, Densus 88 terus mengkampanyekan eksistensinya. Terorisme menjadi semacam “customer” baginya. Jika tidak aksi teror, maka bantuan dari AS bisa dihentikan dan Densus bisa dilikuidasi. Atas dasar inilah, maka diciptakanlah episode ketiga Ustadz Abu Bakar Ba’asyir yang lebih seru. Tujuannya agar proyek terorisme terus mendapatkan sponsor dari AS, dengan kucuran dana yang lebih fantastis dan bombastis.
Sumber : Voa-Islam.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar