Selamat Datang di Website Kami Info Jihad Internasinal

Donasi Untuk Keluarga Mujahid

Senin, 22 Februari 2010

Jihad Melawan Mafia Hukum


Penegakan hukum di tahun lalu mencerminkan bahwa hukum laksana sebuah mata pisau ketidakadilan. Tajam ke bawah tumpul ke atas. Tajam ke arah maryarakat miskin, sebaliknya tumpul di hadapan kekuasaan dan pemilik akses ekonomi dan politik. Setidaknya itulah yang tergambar dari sekian banyak fenomena penegakan hukum di tahun 2009.
Penegakan hukum yang diskriminatif tersebut makin diperparah dengan munculnya mafia hukum yang membuat penegakan hukum menjadi koruptif. Sudah menjadi adagium bahwa apa pun kejahatannya, mafia hukumlah sumbernya. Bagaimana tidak, mafia hukum sudah merusak sistem hukum di negeri ini, mulai dari hulu hingga hilir. Mulai dari proses penyelidikan di Kepolisian sampai proses pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Jaringan mafioso ini kian hari kian menancapkan struktur kekuasaannya. Nilai keadilan yang agung lantas hanya menjadi ukuran mata uang.

Mafia hukum melibatkan tidak hanya polisi dan jaksa, tetapi ia sudah merambah ke semua proses peradilan (criminal justice system), dan melibatkan semua pihak seperti hakim, pengacara, pihak yang berperkara dan bahkan petugas lembaga pemasyarakatan. Terungkapnya berbagai fasilitas mewah yang dinikmati Artalyta Suryani (Ayin) dan sebagian narapidana di Ramah Tahanan Pondok Bambu, Jakarta, merupakan bukti baru yang semakin menegaskan eksistensi mafia hukum. Sebelumnya, kita dikejutkan dengan rekaman pembicaraan antara Anggodo Widjojo dengan sejumlah petinggi Kejaksaan Agung dan Kepolisian.
Fakta tersebut menunjukkan bahwa para mafioso tidak pernah jera dengan upaya penindakan selama ini, malah semakin menunjukkan pengaruhnya. Kisah di atas sebenarnya hanya melengkapi kisah-kisah para mafioso yang gagal menjalankan misinya. Ayin sendiri merupakan mafia lawas yang terbukti-bersama Jaksa Urip Tri Gunawan-telah melakukan `jual beli` perkara terkait kasus korupsi BLBI. Selanjutnya, ada kasus mantan Kabareskrim Mabes Polri, Suyitno Landung, yang terbukti menerima suap terkait proses hukum kasus pembobolan Bank BNI. Kemudian, pengacara Abdullah Puteh, Tengku Syafiuddin Popon, yang “ditangkap basah” saat melakukan penyuapan kepada Wakil Ketua Panitia Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Semua kisah di atas adalah bukti bahwa praktik mafia hukum yang menghianati dan menghancurkan nurani keadilan masyarakat, nyata ada serta masih terus dan marak terjadi. Diyakini, semua kasus yang terbongkar hanyalah fenomena gunung es. Sementara, masih banyak praktik mafia yang luput dari aparat penegak hukum.
Satgas Anti Mafia
Bukan hal yang mudah untuk memberantas mafia hukum yang sudah mengakar dan sistemik. Kemauan politik tidak cukup. Apalagi sekadar pidato dan wacana. Satu komitmen penting yang dicanangkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam program 100 hari pemerintahan adalah program pemberantasan mafia hukum. Satuan tugas (satgas) pun telah dibentuk. Satgas yang terdiri dari enam orang tersebut dipimpin oleh Kepala Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), Kuntoro Mangkusubroto. Berdasarkan Keputusan Presiden, satgas berwenang untuk melakukan koordinasi, evaluasi, dan koreksi agar pemberantasan mafia hukum semakin cepat dan efektif. Satgas ini akan bekerja selama dua tahun.
Presiden SBY menjanjikan bahwa satgas ini akan membongkar semua hambatan yang ada guna membersihkan lembaga hukum Indonesia. Namun, banyak kalangan meragukan efektivitas kerja satgas ini. Karena satgas tidak mempunyai kewenangan penindakan terhadap temuan praktik mafia hukum. Sedangkan yang dibutuhkan dalam memberantas mafia hukum adalah penindakan yang menjerakan (shock therapy). Oleh karenanya, ada dua hal yang perlu dilakukan agar satgas berdaya guna.
Pertama, satgas perlu bekerjasama dengan institusi penegak hukum, dalam hal ini KPK. Karena secara hukum, KPK dimandatkan untuk memberantas mafia hukum. Dinyatakan dalam Pasal 11 UU KPK bahwa, yang menjadi fokus kewenangan KPK adalah tindak pidana korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara. Ketentuan ini jelas menegaskan bahwa KPK satu-satunya institusi yang diperintah oleh UU untuk menangani praktik mafia hukum. Kemudian, kinerja KPK selama ini telah membuktikan bahwa KPK mampu membongkar berbagai praktik mafia hukum. Semua kisah sepak terjang mafia hukum yang selama ini terbongkar diungkap oleh KPK.
Kedua, Presiden harus memberikan dukungan politik kepada satgas. Dukungan tersebut diperlukan untuk menjamin agar rekomendasi yang bersifat reformasi institusional maupun rekomendasi yang bersifat sanksi dapat diterapkan secara efektif. Karena tanpa upaya refomasi institusional dan pemberlakuan sanksi yang tegas terhadap pelaku mafia hukum, maka upaya memberangus mafia hukum hanyalah bagaikan menggantang asap.
*) Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum UGM, kandidat Master of Law and Governance, Nagoya University, Jepang. Alumni PPSDMS Regional III Yogyakarta angkatan I.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar