Selamat Datang di Website Kami Info Jihad Internasinal

Donasi Untuk Keluarga Mujahid

Selasa, 17 Agustus 2010

Amerika di Belakang Penangkapan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir

Ustadz Abu Bakar Ba’asyir kembali ditangkap Densus 88. Penangkapan ini diduga kuat merupakan pengalihan isu atas sejumlah persoalan besar di negeri ini. Ustadz Abu menjadi korban rekayasa terorisme.

“Sampai hari ini tidak ada info dari Polri, khususnya Densus 88. Mudah-mudahan sampai besok, minggu depan, bulan depan tidak ada penangkapan itu”,
jawab Wakadivhumas Mabes Polri Brigjen Pol Zainuri Lubis saat menjawab pertanyaan salah satu tokoh Islam tentang adanya kemungkinan penangkapan terhadap Ustadz Abu Bakar Ba’asyir.
Jawaban itu terlontar saat audiensi antara Forum Umat Islam (FUI) dengan Zainuri Lubis pada Jumat sore, 11 Juni 2010 lalu di ruang konferensi pers Divhumas Mabes Polri, Jl. Trunojoyo, Jakarta Selatan. Saat itu sekitar seribu massa FUI dari sejumlah elemen ormas Islam seperti Jama’ah Anshorut Tauhid (JAT) dan Front Pembela Islam (FPI) mendatangi Mabes Polri untuk mengungkap rekayasa penanganan terorisme dan menolak rencana penangkapan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir.
Zainuri meyakinkan para tokoh ormas Islam yang hadir saat itu, bahwa untuk menangkap seorang tokoh yang sangat berpengaruh biasanya informasinya disampaikan terlebih dahulu secara internal di tubuh Polri. “Selain itu untuk menangkap seseorang harus ada bukti cukup”, tambahnya kala itu.
Rupanya pernyataan jenderal bintang satu itu belakangan meleset. Tepat satu bulan setelah ia dimutasi menjadi Direktur PTIK, Ustadz Abu Bakar Ba’asyir akhirnya ditangkap Densus 88 di depan Mapolres Banjar Patroman, Ciamis, Jawa Barat. Tentu saja, tanpa bukti yang cukup. Penangkapan itu terjadi selang dua hari setelah Presiden SBY mengisyaratkan adanya ancaman terhadap dirinya oleh jaringan terorisme di Ciwidey, Bandung.
Kronologi Penangkapan
Penangkapan terhadap ulama sekaligus Amir JAT itu terbilang sadis dan biadab. Istri Ustadz Abu Bakar Ba’asyir, Ibu Aisyah Baraja dan istri Direktur Ponpes Al Mukmin Ngruki Ustadz Wahyudin bernama Ibu Muslikhah menceritakan kronologi penangkapan yang terjadi pada hari Senin pagi (9/8) itu.
Rombongan Ustadz Abu (panggilan akrab Ustadz ABB) terdiri dari dua mobil. Sebuah Nissan Terano berada di depan untuk mengawal, dan sebuah Kijang Krista bernomol polisi AD 8491 UB yang ditumpangi Ustadz Abu bersama istrinya. Rombongan itu berniat untuk kembali ke Ngruki setelah melakukan safari dakwah di Bandung.
Rupanya, perjalanan pulang Ustadz Abu tidak semulus yang direncanakan. Ketika sampai di depan Mapolres Banjar Patroman, rombongan itu digiring masuk ke halaman Mapolres. Puluhan polisi dan anggota Densus 88 telah bersiap di sana. Di belakang mobil Ustadz Abu langsung dikunci oleh sebuah Minibus dan Toyota Fortuner hitam berisi anggota Densus 88.
Sartono, sopir Ustadz Abu, mengatakan kepada penumpang agar mengunci semua pintu, “Tutup pintunya umi, jangan dibuka!”, kata Sartono seperti ditirukan ibu Muslikhah. Kemudian Densus 88 berteriak-teriak, “Buka pintu! Buka pintu!”, karena yang di dalam mobil tidak mau menyerahkan diri begitu saja, maka salah satu anggota Densus 88 dengan sadisnya memecahkan kaca depan bagian kanan, juga kaca tengah bagian kanan namun kaca bagian tengah tidak sampai pecah, hanya retak-retak.
Setelah memecah kaca depan, kemudian pintu dibuka, sopir ustadz Abu ditarik keluar dan langsung ditiarapkan, diinjak-injak, dan ditendangi. Setelah itu baru diborgol tangannya. Begitu juga pengawal Ustadz Abu yang duduk di bagian belakang, dia ditarik keluar dari jendela yang kacanya sudah dipecahkan dan langsung ditiarapkan kemudian diborgol.
Ustadz Abu sendiri kemudian dipegang tangannya oleh anggota Densus 88 dan ditarik keluar dengan kasar. Salah seorang petugas Densus 88 kemudian menodongkan senjata laras panjang kepada Ustadz Abu sambil mengatakan, “Saya tembak kamu!!”
Mendapatkan perlakuan kasar seperti itu, Ustadz Abu pun marah dan mengejar anggota Densus 88 itu. “Ustadz Abu benar-benar marah pada saat itu,” kata ibu Muslikhah. Ustadz Abu kemudian  mengejar anggota Densus 88 itu sambil melaknat, “Saya doakan kamu dilaknat sama Allah, saya doakan polisi dilaknat sama Allah!!”. Setelah itu petugas lain memegangi ulama yang sudah sepuh ini agar tidak mengejar petugas yang menodongkan senjatanya tadi.
“Saya baru kali ini melihat ustadz Abu benar-benar marah,” kata ibu Muslikhah.
Saat itulah kesempatan terakhir bagi Umi Icun (panggilan akrab Aisyah Baraja) bertemu dengan suaminya. Beliau kemudian menghampiri suaminya dan bersalaman. Ustadz Abu berpesan kepada istrinya agar bersabar. Setelah itu Ustadz Abu dimasukkan ke mobil Minibus yang berisi anggota Densus 88 dan dibawa pergi.
Ancaman Hukuman Mati
Lalu atas dasar apa Polri melakukan penangkapan terhadap Ustadz Abu?. Apakah polisi mempunyai bukti-bukti yang cukup untuk menahan Pengasuh Ponpes Al Mukmin Ngruki itu?. Dalam konferensi pers yang digelar pada Senin siang (9/8), Kadivhumas Mabes Polri Irjen Pol Edward Aritonang menuduh bahwa Ustadz Abu terlibat dalam jaringan terorisme Aceh. Polisi pun mengaku telah mengantongi sejumlah bukti kuat mengenai peran tokoh kelahiran Jombang, 17 Agustus 1938 itu terkait pelatihan militer kelompok teroris di Aceh dan kelompok teroris Cibiru, Bandung.
“Dari hasil penyidikan Polri Tim Densus 88, (Ustadz Abu) antara lain berperan aktif dalam menyiapkan rencana awal latihan militer kelompok teror di Aceh,” kata Edward di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Jakarta, Senin (9/8).
Menurut Edward, dalam pelatihan militer di Aceh, Ustadz Abu berperan menunjuk Ustadz Mustaqim atau Mustofa alias Abu Thalib sebagai pengelola latihan militer dan Dulmatin sebagai penanggung jawab. Selain itu Ustadz Abu juga dituduh telah merestui, dan bahkan mendanai latihan militer di Aceh. “Beliau mengetahui semua rangkaian dan rencana latihan di Aceh karena secara rutin mendapat laporan dari pengelola lapangan,” terangnya.
Atas sejumlah tuduhan itulah pada hari Selasa (10/8) Ustadz Abu secara resmi dinyatakan sebagai tersangka. Tidak tanggung-tanggung, Ustadz Abu dijerat oleh semua pasal UU Terorisme yang ada. Beliau dijerat dengan pasal 14 jo pasal 7, 9, 11,  dan atau pasal 11 dan atau pasal 15 jo pasal 7,9, 11 dan atau pasal 13 huruf a, huruf b, huruf c UU No 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Tuntutannya adalah ancaman hukuman mati.
Atas tuntutan ini, Ustadz Abu menanggapinya secara santai. Tanggapan Ustadz Abu itu disampaikan oleh Koordinator Tim Pengacara Muslim (TPM) Mahendradatta. “Beliau menerima saja. Santai saja,” ujarnya.
Menurut Mahendra, percuma saja Ustadz Abu melawan atau membela diri karena semua sudah dirancang sebagian oknum Polri. “Saya mau bicara apapun, pasti dijebloskan, silakan saja bapak-bapak ini tentukan nasib saya di dunia,” ujar Mahendra menirukan ucapan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir.
Pesanan Amerika
“Ini rahmat Allah untuk kurangi dosa, ini rekayasa Amerika,” ujar Ustadz Abu di tengah kawalan puluhan anggota Densus 88 sesaat sebelum memasuki Gedung Bareskrim Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Jakarta, Senin (9/8).
Ucapan Ustadz Abu tentu beralasan. Adalah mantan penerjemah pertemuan presiden Bush dan Megawati di Gedung Putih (19/9/2001), Fred Burks yang mengakui hal ini. Dalam persidangan Ustadz Abu tahun 2005, Fred Burks membeberkan semua rencana Amerika untuk membawa Ustadz Abu. Pria kelahiran 20 Februari 1958 itu menyebut adanya negosiasi tingkat tinggi, di mana Amerika meminta Indonesia menyerahkan Ustadz Abu ke tahanan Amerika. Tapi Presiden Megawati menolak tekanan itu.
Fred Burks juga berkata bahwa tiga pekan sebelum bom Bali ada pertemuan rahasia di rumah Megawati Jl. Teuku Umar (16/9/02) yang dihadiri oleh Ralph L Boyce, Dubes AS untuk Indonesia, Karen Brooks (Direktur Asia National Security Council), seorang perempuan agen CIA yang diperkenalkan sebagai asisten khusus Bush, dan Burks sendiri, sedangkan Megawati  sendirian. Dalam pertemuan 20-an menit itu si agen CIA berkata bahwa pemerintah Amerika meminta agar Ustadz Abu diserahkan ke Amerika karena terkait jaringan Al-Qaeda. Megawati menolak, dengan alasan kalau dia menyerahkan Ustadz Abu ke Amerika akan timbul instabilitas politik dan agama yang tidak akan sanggup ia tanggung.
Namun si agen CIA itu justru mengancam, “Jika Ba’asyir tidak diserahkan ke Amerika sebelum Konferensi APEC (enam minggu setelah pertemuan itu) situasi akan tambah sulit. Pertemuan pun bubar. Bom Bali pun meledak (12/10/02). Burks berkata, “Peristiwa itu memberi alasan yang diperlukan Megawati sehingga Ba’asyir ditahan sampai sekarang, meskipun dia (Mega) tidak menyerahkannya ke Amerika”.
Bukti kedua yang menjelaskan keterlibatan Amerika dalam penangkapan Ustadz Abu adalah ketika Pemerintah AS mengutus Menteri Keamanan Dalam Negeri AS Tom Ridge (10/3/04) untuk menekan Presiden Megawati, Menko Polkam SBY, dan Kapolri Jendral Da’i Bachtiar agar tetap menahan Ustadz Abu setelah bebas dari Rutan Salemba. Maka peristiwa itu memaksa ribuan personil PHH mengambil paksa Ustadz Abu pada hari Jum’at (30/4/04) pukul 06.55 WIB setelah sejak pukul 05.00 WIB bentrok dengan para aktivis ormas Islam yang turut menyambut rencana pembebasan beliau.
Hasil kunjungan Tom Ridge kepada Menko Polkam SBY saat itu (8/3/04) seperti dilaporkan kantor berita Perancis AFP sebagai berikut: Isu seputar akan dijeratnya kembali Ba’asyir ini muncul ketika pihak Amerika Serikat dan beberapa diplomat asing kecewa terhadap keputusan Mahkamah Agung (MA) yang telah menetapkan 1,5 tahun penjara potong masa tahanan bagi ustadz yang juga pendiri Pondok Pesantren Al-Mukmin, Ngruki, Solo itu.
Sehari setelah keluarnya keputusan MA itu, Menteri Keamanan Dalam Negeri Amerika Serikat Tom Ridge, menemui Menkopolkam Susilo Bambang Yudhoyono (8/3) dengan mengatakan bahwa keputusan pengadilan Indonesia terhadap Ba’asyir bukanlah keputusan yang tepat. “Kami harap tidak lama lagi dia akan dibawa ke pengadilan dengan cara lain,” kata Ridge seperti dikutip AFP. Beberapa saat usai pertemuan itu, ada pernyataan dari kantor Menkopolkam, “Jika ada bukti baru, sama saja, dari dalam atau luar Indonesia, beliau akan didakwa lagi,” ujar Harsanto, salah seorang staf Susilo Bambang Yudhoyono pada AFP.
Bukti ketiga, adalah pengakuan mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Syafii Maarif melalui tulisannya di rubrik Resonansi HU Republika (13/4/04). Ia mengaku diminta langsung oleh Dubes AS di Jakarta Ralph L Boyce (28/3/04) agar melobi Ketua MA dan Kapolri supaya Ustadz Abu tetap ditahan sebelum pemilu dilangsungkan. Untuk kepentingan itu pihak Dubes menyiapkan semua fasilitas yang dibutuhkan. Syafii mengaku langsung menolak dengan tegas, kendatipun dia sendiri tidak sepaham dengan visi dan misi perjuangan Ust Abu.
Bebaskan Ustadz Abu!
Sehari setelah Ustadz Abu diperiksa di Bareskrim Mabes Polri, delegasi Forum Umat Islam (FUI) yang dipimpin oleh KH. Muhammad Al Khaththath dan Habib Rizieq Syihab menjenguk Ustadz Abu di tahanan. Kepada delegasi FUI yang menemuinya, Ustadz Abu mengatakan bahwa semua barang bukti untuk mendakwa dirinya tidaklah kuat. Penangkapan dirinya semata karena pengakuan seorang mantan anggota JAT bernama Ubaid.
”Tentang aliran dana yang katanya Rp. 700 juta itu, Ustadz Abu hanya ketawa. Kalau beliau punya mending dibuat kantor JAT. Sebab kantor JAT sekarang ini aja masih nyewa”, ungkap Al Khaththath, Selasa (10/8), usai menjenguk Ustadz Abu. Anggota TPM, Achmad Michdan menguatkan pendapat itu. Jika dikatakan Ustadz Abu mengalirkan dana untuk pelatihan di Aceh, tentu hal itu tidak benar. Menurut Michdan Ustadz Abu tidak memiliki rekening (Bank).
FUI menilai bahwa penangkapan Ustadz Abu adalah salah satu bentuk intimidasi Densus 88 Mabes Polri kepada para aktivis dakwah Islam, khusunya para aktivis dakwah Islam  yang menyerukan ajaran islam yang benar sesuai dengan Al Quran dan As Sunnah, baik aqidah maupun syariah secara kaffah.
Melalui pernyataan sikapnya, FUI dengan tegas mengecam penangkapan Ustadz Abu. Dalam pandangan FUI, penangkapan Ustadz Abu merupakan politik rekayasa terorisme, politik pengalihan isu dan politik pemberangusan gerakan Islam. FUI mengaku telah mendapat laporan adanya rekayasa terorisme yang dimainkan oleh seorang Desertir Brimob bernama Sufyan Tsauri (lihat Box). Bahkan FUI telah menyampaikan masalah ini sejak beberapa bulan terakhir ke berbagai lembaga pemerintah seperti Komisi III DPR, Kompolnas, Komnas HAM serta menyampaikan ke MUI dan sejumlah redaksi media massa nasional.
Belakangan tudingan FUI itu dibenarkan oleh Mabes Polri. ”Dia diajak untuk memberangkatkan relawan ke Gaza, dan mengajak kawannya untuk latihan di Brimob, 2008,” ujar Kadivhumas Mabes Polri Edward Aritonang. Menurut keterangan Edward, Sufyan Tsauri adalah anggota Sabhara Polres Depok.
Menanggapi penangkapan Ustadz Abu, Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Syihab mengatakan bahwa Ustadz Abu adalah korban rekayasa terorisme. Politik rekayasa yang dilakukan Polri terhadap berbagai kasus terorisme, kata Habib Rizieq, sudah tidak bisa ditutup-tutupi. “Rekayasa kasus oleh Polri telah terungkap, seperti kasus Aan, pemulung yang menyimpan lintingan ganja, kasus Gayus, dan lain-lain,” ungkapnya.
Direktur An Nashr Institute Munarman menjelaskan bahwa penangkapan Ustadz Abu  memiliki dua tujuan. Pertama, Densus 88 memang sedang menjalankan agenda asing. Kedua, SBY memanfaatkan ini sebagai sarana bahwa dirinya sedang menjadi target. Padahal ia mengaku telah mendengar keterangan Kadiv Humas Mabes Polri yang menyatakan bahwa tidak ada bukti-bukti yang mengarah kepada SBY. ”Jadi pemanfaatan isu-isu terorisme dan isu korupsi yang dilakukan SBY untuk menarik simpati dari masyarakat.” ujar Panglima Komando Laskar Islam ini.
Meski banyak kalangan meyakini adanya politik rekayasa ini, namun Mabes Polri melalui Kadivhumas Edward Aritonang membantahnya, “Tidak ada pengalihan isu apapun. Ini murni rangkaian penyelidikan yang sudah lama”.
Pepatah lama mengatakan, sepandai-pandai tupai melompat pasti akan jatuh juga. Tinggal menunggu waktunya, makar siapa yang akan terkuak. Terpenting saat ini, Ustadz Abu Bakar Baa’syir harus segera dibebaskan. Tanpa syarat!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar