Kelompok hak asasi manusia menyesalkan ulah Departemen Pertahanan AS yang melarang empat wartawan dari peliputan komisi militer di penjara Guantanamo.
American Civil Liberties Union (ACLU) dan beberapa kelompok hak asasi lainnya mengatakan larangan itu bertentangan dengan janji pemerintahan Obama yang berjanji untuk lebih transparan, demikian isi surat yang dikirimkan ke Pentagon pada Rabu.
Larangan itu dikenakan setelah empat wartawan "melanggar aturan dasar" dengan mempublikasikan nama interogator, mantan Angkatan Darat yang menjadi saksi dalam sidang pra-pengadilan terhadap tahanan Guantanamo Omar Khadr.
Keputusan itu diambil meskipun identitas saksi tersebut telah diungkapkan dalam laporan pemberitaan sebelumnya.
Khadr dituntut atas tuduhan membunuh seorang tentara Amerika selama pertempuran di Afganistan, saat dia baru berusia 15 tahun.
Para pengacaranya bersikeras bahwa ia dipaksa mengakui membunuh melalui berbagai interogasi dan taktik penyiksaan di Afghanistan.
Dalam surat tersebut, ACLU, Human Rights First, Human Rights Watch, Amnesty International dan National Institute of Justice Militer telah mendesak pemerintah AS untuk mencabut larangan tersebut.
"Gerakan oleh Departemen Pertahanan tidak hanya bertentangan dengan komitmen pemerintah AS untuk transparans dalam pemerintahan, tetapi juga akan membawa komisi militer ke arah yang lebih buruk, di dunia internasional dan di Amerika Serikat," bantah kelompok hak asasi manusia.
Kasus Kontroversi
Khadr ditangkap di Afghanistan pada bulan Juli 2002, ketika ia masih berusia 15 tahun.
Dia dituduh membunuh seorang tentara AS ketika ia melemparkan granat pada akhir sebuah pengepungan 4 jam markas al-Qaeda di kota Khost Afghanistan timur.
Dia telah ditahan di Guantanamo sejak Oktober 2002 dan sekarang berusia 23 tahun.
Sidang pra peradilan pada hari Rabu 28 April lalu adalah untuk menentukan apakah pengakuannya kepada interogator dapat digunakan sebagai bukti terhadap Khadr di pengadilan pada bulan Juli.
Khadr mengaku dia diperlakukan dengan buruk selama di tahanan, di kamp militer AS di Bagram, Afghanistan, dan kemudian di Guantanamo. Dia juga mengaku disiksa dan dipaksa mengakui bahwa ia menggunakan granat untuk membunuh tentara Amerika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar